Segala coretan yang mulai kehilangan makna,menjadi saksi atas
turunya air mata di negeri yang besar ini.aku mencoba berteriak sekuat mungkin
agar kau menoleh kebelakang,melihat kami yang tertatih,merangkak,mengemis dan
menangis, tapi aku hanya mendapat lambaian tangan seolah semua ini akan baik
baik saja. menjadi pilu dan tabu ketika keadilan menjadi barang guyonan. sisi
yang mana hitam dan putih semakin tak ada bedanya. ketika situa menjadi saksi
akan kehancuran sebuah warisan dan peradaban
hai...aku memanggilmu dalam bisu kegelapan,di lorong kecil tepian sungai
dan sampah disinilah aku berlindung dari negerinya para penyihir. adakah
pahlawan idaman dan bukan hanya sekedar impian. mataku semakin senja,tak hanya
kulitku yang keriput tapi negeri dimana aku dibesarkan juga. aku hanya ingin
melihat pelangi saat senja akan tenggelam seandainya saat aku masih menjadi
mentari dan aku punya sedikit keberanian. semua telah berlalu dan kini hanya
tinggal suara kecil mendayu dalam rintihan doa. Tubuku telah kurus hanya
terbalut dengan kulit semata. harapan kuserahkan pada anak dan cucuku nanti. menjadi
mentari yg memberi sinar untuk semua,berguru kepada lilin akan arti sebuah
pengorbanan kecil dan rela hangus terbakar. selalu ada harapan begitulah saat
sore ini aku melihat senja yang sudah sekian tahun aku merindukan pelangi saat
senja.semua serasa menjadi tak mungkin terjadi. Selama nafas ini masih
berhembus,aku percaya bahwa pelangi itu akan ada. kini harapan itu aku titipkan
pada anak dan cucuku menjadi mentari dan memberi sinar pada semua.dan kelak
mereka akan melihat pelangi saat senja telah tiba. Duhai negeri yang kucinta...
puluhan tahun aku berdiri ditanah indah nan kaya ini. kini mataku telah
sayu,tubuhku telah kurus dan hanya tulang yang terbalut kulit keriput. Jadilah
mercusuar dunia...warna dan seharu bunga,berkibar dan terbang lebih tinggi. tak
akan lama aku kan terbaring terkubur ditanah airku. kutinggalkan tongkat lima
dasar yang harus selalu kau ingat dan kaulaksanakan. Duhai anak dan cucuku. berbahagialah
jaga dan lindungilah tanah dimana kau dibesarkan. Dan kala senja sore ini aku
berahap padamu kelak kau dan semua orang akan melihat pelangi dinegeri yang
indah ini.
Novel Sang Penyair karya Mustafa Lutfi el-Manfaluti, Sebuah novel yang amat biasa ketika pertama kali aku menemukan di pojok rak Perpustakaan SMA dulu, sampul sederhana hanya gambar orang eropa dengan judul sekadarnya saja" simple sekali, fikirku saat itu , dan belum tentu novel ini bakal menyajikan balada yang membius pembacanya. Novel dengan tebal315 halaman aku bawa pulang kerumah dan membacanya per halaman saking tebalnya novel itu7 hampir tuntas tiga minggu lebih, dan ada sesuatu yang menarik kutemukan. kau bisa membaca dan menyelami sambil menikmati secangkir kopi. Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ...
Comments
Post a Comment