Skip to main content

Diskon Keadilan: 6,5 Tahun

Panggung keadilan negeri ini kembali menyuguhkan drama yang lebih mengguncang daripada sinetron prime time. Kali ini, Harvey Moeis, seorang pengusaha sekaligus suami dari artis ternama Sandra Dewi, sukses mendapatkan "promo akhir tahun" berupa hukuman hanya 6,5 tahun penjara atas dugaan korupsi dana sebesar 300 triliun rupiah. Sebuah angka yang cukup untuk menutupi defisit APBN, tapi malah menjadi tiket emas untuk "liburan berfasilitas eksklusif."

Bayangkan, dana sebesar itu bisa membangun puluhan rumah sakit, ribuan sekolah, atau bahkan menggaji ribuan guru honorer hingga tuntas. Tapi sayangnya, rakyat kecil hanya bisa gigit jari, sementara sang pelaku menikmati hasil jerih payah "dana abadi" rakyat. Adakah yang lebih ironis dari ini?



1.       Keadilan ala Negeri Dongeng

Seperti di negeri dongeng, keadilan di negara ini terasa seperti cerita fiksi. Untuk mereka yang punya nama besar dan hubungan erat, hukum menjadi elastis—mudah dilenturkan. Bandingkan dengan nasib seorang ibu yang dihukum berat karena mencuri tiga buah cokelat demi anaknya, sementara Harvey Moeis, dengan angka 300 triliun di punggungnya, hanya dihadiahi "cuti 6,5 tahun" dari hiruk-pikuk dunia luar. Bukan rahasia lagi, hukuman ini lebih terasa seperti lelucon. Bahkan rakyat di pasar dan warung kopi mulai menjuluki keadilan ini sebagai "jualan keadilan grosir." Dengan majas hiperbola, seorang pedagang kaki lima berseloroh, "Kalau mencuri triliunan malah diskon hukuman, mungkin besok saya harus korupsi biar bisa hidup enak."

2.       Rakyat sebagai Donatur Tetap

Kita semua tahu, dana yang dikorupsi itu berasal dari pajak rakyat—uang hasil jerih payah tukang becak, buruh pabrik, hingga pedagang kecil yang membayar retribusi. Ironisnya, kita seolah menjadi donatur tetap tanpa tanda jasa. "Ini seperti kita membayar untuk menyakiti diri sendiri," keluh seorang tukang ojek. Pahitnya, Harvey Moeis tidak hanya mencuri angka besar, tapi juga mencuri harapan rakyat terhadap keadilan. Ketika sang istri terus bersinar sebagai selebriti, rakyat harus menerima kenyataan bahwa mereka hanyalah figuran dalam drama ini.

3.       Epilog: Diskon dan Harapan Kosong
Putusan ini mengajarkan kita bahwa hukum di negeri ini ibarat pasar malam—banyak diskon, banyak tipu-tipu. Satu hal yang pasti, rakyat sudah muak dengan promo tak adil seperti ini.

Jadi, mari kita beri tepuk tangan untuk Harvey Moeis yang berhasil "berbelanja keadilan" dengan harga miring. Sementara rakyat, seperti biasa, hanya bisa menonton dari balik layar kehidupan yang penuh ironi.

 


Comments

Popular posts from this blog

Magis NoveL Sang Penyair Karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluti

Novel Sang Penyair karya Mustafa Lutfi el-Manfaluti,  Sebuah novel yang amat biasa ketika pertama kali aku menemukan di pojok rak Perpustakaan SMA dulu,  sampul sederhana hanya gambar orang eropa dengan judul sekadarnya saja" simple sekali, fikirku saat itu , dan belum tentu novel  ini bakal menyajikan balada yang membius pembacanya. Novel dengan tebal315 halaman  aku bawa pulang kerumah dan membacanya  per halaman  saking tebalnya novel itu7 hampir tuntas tiga minggu lebih, dan ada sesuatu yang menarik kutemukan. kau bisa membaca dan menyelami sambil menikmati secangkir kopi.    Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ...

Eling–Eling Kereto Rupo Menungso

Surabaya. Selepas mengusir dahaga dengan es teh sayu-sayu terdengar lantunan sayir “ ono tangis kelayung-layung  tangise wong kang wedi mati  “  lantunan singkat tembang jawa tersebut membawaku pada pelamunan amat dalam mengenai kehidupan” ya betapa amat mahalnya syair tersebut, sehingga sengaja membuat saya  menulis di blog ini agar syair tersebut tidak lenyap, kikis dimakan perubahan zaman.  Semoga bisa menjadi perenungan, pelajaran dan membuat kita untuk “  iling”. Berikut beberpa kumpulan syair (tembang) agar kita selalu ingat akan mati dalam versi jawa. Eling-Eling Wong Urip Bakale Mati Alohumma Sholli Wa Salim ‘Ala, Sayidina Wa Maulana Muhammadin …… Eling-Eling Wong Urip Bakale Mati Ojo Bungah Ono Dunyo Mulyo Mukti Ngluru ‘Ilmu Lan Ngibadah Ingkang Yekti Ngluru ‘Amal Wiwit Urip Tumeko Mati Wajib Pasrah Wong Asor Maring Pengeran Sarto Nderek Nabi Kang Dadi Pungkasan Rukune Islam Iku Limang Perkoro Ingkang Ndingin Ngucapaken Syahadat L...