Skip to main content

In Memoriam Sapardi Djoko Damono (Sajak Magis Yang Abadi )




(Foto: https://www.radardepok.com/2020/07/8-puisi-kenangan-dari-sapardi-djoko-damono/)



“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu”.

“Aku mencintaimu..
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
(Sajak singkat dari magisnya goresan Sapardi Djoko Damono)

Sapardi Djoko Damono maestro pujangga yang tak asing ditelinga para pecinta sastra dan khalayak pemabuk asmara nan melankolis,  Lelaki kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, pada 20 Maret 1940 berpulang pada Minggu (19/7/2020). Tersebab sakit. Ia berdalih pada pusisnya bahwa  
“Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni.  Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu”.
Kami pun tabah di hujan bulan juli, yang tak dirahasiakan rintik air mata kepada hati yang sendu itu. Minggu subuh, mungkin seperti tuturmu bahwa kau telah  menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara. Kau benar nayatanya kau menerima   suara-suara hati  pilu seperti daun kering dimusim kemarau, kau kembali menjadi puisi  pada yang abadi, kau bersajak bersama angin surga dan kekasihnya.
Sederhana kami mengingatmu ya Topi pet itu lah,  bahwa kau hampir selalu terlihat mengenakan topi pet dalam setiap kesempatan. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono kau dikenal lewat beragam puisi-puisi yang memakai kata-kata sederhana, sehingga banyak karyanya yang populer, jauh-jauh hari kau diantarkan hujan bulan juni ke juli , kau  menulis puisi Yang Fana adalah Waktu.
Yang fana adalah waktu
Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu
Kita abadi
Kau juga  tak abai pada kejadian di dunia nyata yang tak melulu soal cinta. Pembunuhan Marsinah yang sampai kini masih jadi misteri, salah satunya, tak luput dari puisimu yang Kau Beri judul. Dongeng Marsinah, Kau gubah pada 1993. Ini menjadi salah satu puisi yakni, Melipat Jarak.

Bagi penyuka karya-karyanya, cerita tentang Sapardi tak akan pernah usai. Lihat saja lini masa media sosial Anda, ada saja pasti yang mengunggah petikan puisi Sapardi dan atau momentum persinggungan jumpa di antara mereka.  Namun, seperti puisi Sapardi juga, pada suatu hari nanti setiap perjumpaan jasad akan menemui akhir. Bagi Sapardi, puisi-puisinya ini adalah teman yang dia tinggalkan bagi siapa saja yang mau menafakurinya.
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari

~Pada Suatu Hari, Sapardi Djoko Damono~

Masih lekat dalam kepala bagaimana kau mengajarkan melalui magisnya pusi “ dalam doa’ku “ Bahwa  kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu..

Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Magis NoveL Sang Penyair Karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluti

Novel Sang Penyair karya Mustafa Lutfi el-Manfaluti,  Sebuah novel yang amat biasa ketika pertama kali aku menemukan di pojok rak Perpustakaan SMA dulu,  sampul sederhana hanya gambar orang eropa dengan judul sekadarnya saja" simple sekali, fikirku saat itu , dan belum tentu novel  ini bakal menyajikan balada yang membius pembacanya. Novel dengan tebal315 halaman  aku bawa pulang kerumah dan membacanya  per halaman  saking tebalnya novel itu7 hampir tuntas tiga minggu lebih, dan ada sesuatu yang menarik kutemukan. kau bisa membaca dan menyelami sambil menikmati secangkir kopi.    Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ...

Tawa Terakhir Joko Pinurbo Oleh: Hengky Dj

Sabtu sore waktu surabaya, maghrib mengambang diatas gedung sekolah dasar Klampis Ngasem 1, berisiknya suara kendaraan, lalu lalang membuat jalanan harus lebih dipenuhi dengan kesabaran. Melepas lelah dengan secangkir teh panas dan lantunan   musik Bosonova adalah cara laki-laki seperti kami mengusir segala keletihan yang membombardir tubuh. Pesan singkat dari Andri Kurniawan seorang guru sejarah yang gila akan sastra, membawa pesan duka bahwa Joko Pinurbo telah pulang dan selesai dengan puisinya. Iya… Untuk selamanya!. Kabar sedih teruntuk sastra Indonesia. Joko Pinurbo, si penyair dengan kreativitas melampaui batas, telah menghembuskan napas terakhirnya setelah melawan penyakit yang tak kalah kerasnya dari kepalanya yang selalu dipenuhi kata-kata indah. Ketika berita wafatnya Joko Pinurbo mencuat, dunia sastra Indonesia seakan kehilangan bintangnya yang selalu mampu membuat kata-kata berdansa seperti orang kesetanan di atas kertas kosong. Para penggemar sastra yang biasanya ten...

Diskon Keadilan: 6,5 Tahun

Panggung keadilan negeri ini kembali menyuguhkan drama yang lebih mengguncang daripada sinetron prime time. Kali ini, Harvey Moeis, seorang pengusaha sekaligus suami dari artis ternama Sandra Dewi, sukses mendapatkan "promo akhir tahun" berupa hukuman hanya 6,5 tahun penjara atas dugaan korupsi dana sebesar 300 triliun rupiah . Sebuah angka yang cukup untuk menutupi defisit APBN, tapi malah menjadi tiket emas untuk "liburan berfasilitas eksklusif." Bayangkan, dana sebesar itu bisa membangun puluhan rumah sakit, ribuan sekolah, atau bahkan menggaji ribuan guru honorer hingga tuntas. Tapi sayangnya, rakyat kecil hanya bisa gigit jari, sementara sang pelaku menikmati hasil jerih payah "dana abadi" rakyat. Adakah yang lebih ironis dari ini? 1.        Keadilan ala Negeri Dongeng Seperti di negeri dongeng, keadilan di negara ini terasa seperti cerita fiksi. Untuk mereka yang punya nama besar dan hubungan erat, hukum menjadi elastis—mudah dilenturkan. Band...