Allah Maha Pembuka Pintu Hati"
Aku akan bahagia karena aku adalah sang penyair, seorang penyair bersandiwara dengan fitrahnya. Ia akan merasakan kenikmatan dengan memakai pakaian yang bukan jubahnya, menampakkan perasaan jiwa yang bukan suara hatinya. Ia berperan sebagai orang 'gila', padahal ia cerdas. Berperan sebagai pengecut, padahal ia berani. Berperan bahagia padahal ia... menderita. Ia juga dapat berperan sebagai pecinta, yang menekan getaran cinta dihati untuk kebahagiaan orang lain.
Ia akan mendengar suara kalbuku yang terucap dari mulutmu, merasakan jiwa dan ruhku dari tubuhmu. Meminum perasaan sukmaku dengan gelasmu, menyanyikan irama laguku dari kenyaringan suaramu.
Aku hidup bebas, tertawa dan menangis sesuka hatiku. Bebas mengatur langkah-langkahku, mengangkat kepala dan berahasia, serta menulis kasidah sesuka hatiku. Aku juga bebas meninggalkan karya-karyaku tanpa harus menyesal. Aku bebas melahirkan kasidah tanpa tergantung pujian dari sastrawan juga tidak tergantung sanjungan dari para 'pembesar'.
Aku katakan, "aku lebih senang hidup terhina dalam pandangan hidup manusia daripada hidup sebagai budak mereka". Aku tak pernah membenci orang yang membenci diriku dan akt mencintai sesuatu bukan disebabkan kecintaan dan kasih sayang orang kepadaku. Aku mencintai manusia karena kemampuan dan ilmu yang ia miliki dan membenci manusia karena kebodohan dan ketidak mampuannya memahami sesuatu.
Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ditunjukan kepadaku seperti hujan debu yang jatuh dari atas, menempel pada sorbanku dan jatuh ke tanah, lalu ku injak dengan kedua kakiku.
Wahai 'pembesar-pembesar' disekitarku yang hatinya dipenuhi kebaikan-kebaikan dan kesucian. Kalian harusnya berusaha menjadi manusia yang 'cerdas' seperti yang kalian impikan. Mestinya kalian harus bisa menunjukan jati diri kalian, jangan hanya ikut-ikutan. Kalian harus menjernihkan pikiran-pikiran kalian, jangan sampai terbuai oleh cerita-cerita yang tak jelas arahnya. Kalian harus tampil dan mampu menerangi kegelapan hidup dengan sinar hati yang jernih. Kalian harus mampu menciptakan keceriaan dan kebahagiaan jiwa-jiwa manusia.
Mampu mengalirkam jiwa seni pada setiap penyair dan memenuhi hati mereka dengan keanggunan, keelokan dan pendirian teguh, bisa membuat jiwa-jiwa mereka terbang menuju cakrawala yang tinggi, lalu mampu menjelmakan diri mereka dalam bentuk matahari, bulan dan bintang. Untuk mewujudkan sifat-sifat ini, bukan berarti kalian harus aktif di mahkamah penyair untuk menghakimi para penyair yang kalian anggap bersalah tetapi cukup dengan memahami sifat penyair dan kalian tetap menjadi diri kalian sendiri.
Cukup...
ku cukupkan sampai disini perasaan inginku, anganku, perwujudan dari rasa kecewaku. Aku adalah lelaki malang yang tidak memiliki sesuatupun yang patut untuk di'bangga'kan seperti kalian. Karena itu diam adalah perhiasan sekaligus perisaiku.
Ya, aku bukanlah orang yang bahagia kecuali dalam pandangan dan perkiraan orang lain. Meskipun jiwaku terbuka untuk kalian, tetapi jiwa kalian tertutup untukku. Aku harus menyembunyikan penderitaan-penderitaanku di hadapan kalian, sehingga ratapan dan rintihan kalian lebih banyak terdengar dari ratapanku untuk kalian.
Orang lain melihatku sebagai orang yang memiliki rahmat dan kasih sayang lebih tinggi daripada kalian, padahal aku tidak memerlukan itu semua. Aku menganggap keselamatan, keberhasilan dan ketenangan jiwa ada dalam sikap pasrah dan tawakkal. Hingga aku bisa merasa tenang dengan penderitaan dan kepedihan yang aku alami. Aku tidak iri dan dengki kepada kalian, kecuali menyangka kalian adalah orang yang berbahagia. Aku selalu memohon kepada Allah agar menyelamatkan kalian dari kegalauan dan penderitaan yang aku alami...
ku titipkan kalian kepada Allah...
Aku akan bahagia karena aku adalah sang penyair, seorang penyair bersandiwara dengan fitrahnya. Ia akan merasakan kenikmatan dengan memakai pakaian yang bukan jubahnya, menampakkan perasaan jiwa yang bukan suara hatinya. Ia berperan sebagai orang 'gila', padahal ia cerdas. Berperan sebagai pengecut, padahal ia berani. Berperan bahagia padahal ia... menderita. Ia juga dapat berperan sebagai pecinta, yang menekan getaran cinta dihati untuk kebahagiaan orang lain.
Ia akan mendengar suara kalbuku yang terucap dari mulutmu, merasakan jiwa dan ruhku dari tubuhmu. Meminum perasaan sukmaku dengan gelasmu, menyanyikan irama laguku dari kenyaringan suaramu.
Aku hidup bebas, tertawa dan menangis sesuka hatiku. Bebas mengatur langkah-langkahku, mengangkat kepala dan berahasia, serta menulis kasidah sesuka hatiku. Aku juga bebas meninggalkan karya-karyaku tanpa harus menyesal. Aku bebas melahirkan kasidah tanpa tergantung pujian dari sastrawan juga tidak tergantung sanjungan dari para 'pembesar'.
Aku katakan, "aku lebih senang hidup terhina dalam pandangan hidup manusia daripada hidup sebagai budak mereka". Aku tak pernah membenci orang yang membenci diriku dan akt mencintai sesuatu bukan disebabkan kecintaan dan kasih sayang orang kepadaku. Aku mencintai manusia karena kemampuan dan ilmu yang ia miliki dan membenci manusia karena kebodohan dan ketidak mampuannya memahami sesuatu.
Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ditunjukan kepadaku seperti hujan debu yang jatuh dari atas, menempel pada sorbanku dan jatuh ke tanah, lalu ku injak dengan kedua kakiku.
Wahai 'pembesar-pembesar' disekitarku yang hatinya dipenuhi kebaikan-kebaikan dan kesucian. Kalian harusnya berusaha menjadi manusia yang 'cerdas' seperti yang kalian impikan. Mestinya kalian harus bisa menunjukan jati diri kalian, jangan hanya ikut-ikutan. Kalian harus menjernihkan pikiran-pikiran kalian, jangan sampai terbuai oleh cerita-cerita yang tak jelas arahnya. Kalian harus tampil dan mampu menerangi kegelapan hidup dengan sinar hati yang jernih. Kalian harus mampu menciptakan keceriaan dan kebahagiaan jiwa-jiwa manusia.
Mampu mengalirkam jiwa seni pada setiap penyair dan memenuhi hati mereka dengan keanggunan, keelokan dan pendirian teguh, bisa membuat jiwa-jiwa mereka terbang menuju cakrawala yang tinggi, lalu mampu menjelmakan diri mereka dalam bentuk matahari, bulan dan bintang. Untuk mewujudkan sifat-sifat ini, bukan berarti kalian harus aktif di mahkamah penyair untuk menghakimi para penyair yang kalian anggap bersalah tetapi cukup dengan memahami sifat penyair dan kalian tetap menjadi diri kalian sendiri.
Cukup...
ku cukupkan sampai disini perasaan inginku, anganku, perwujudan dari rasa kecewaku. Aku adalah lelaki malang yang tidak memiliki sesuatupun yang patut untuk di'bangga'kan seperti kalian. Karena itu diam adalah perhiasan sekaligus perisaiku.
Ya, aku bukanlah orang yang bahagia kecuali dalam pandangan dan perkiraan orang lain. Meskipun jiwaku terbuka untuk kalian, tetapi jiwa kalian tertutup untukku. Aku harus menyembunyikan penderitaan-penderitaanku di hadapan kalian, sehingga ratapan dan rintihan kalian lebih banyak terdengar dari ratapanku untuk kalian.
Orang lain melihatku sebagai orang yang memiliki rahmat dan kasih sayang lebih tinggi daripada kalian, padahal aku tidak memerlukan itu semua. Aku menganggap keselamatan, keberhasilan dan ketenangan jiwa ada dalam sikap pasrah dan tawakkal. Hingga aku bisa merasa tenang dengan penderitaan dan kepedihan yang aku alami. Aku tidak iri dan dengki kepada kalian, kecuali menyangka kalian adalah orang yang berbahagia. Aku selalu memohon kepada Allah agar menyelamatkan kalian dari kegalauan dan penderitaan yang aku alami...
ku titipkan kalian kepada Allah...
Comments
Post a Comment