Skip to main content

Syair Pitutur Jawa Sebagai Wejangan Urip

Syair yang nyaris 10 tahun lalu saya sering mendengarkannya ketika adzan telah dikumandangkan baik di masjid atau langgar (mushola) sambil menunggu  jamaah lain datang untuk sholat berjamaah,  entah siapa pengarangnya bahkan judulnya pun saya tidak mengetahuinya akan tetapi syair itu masih adem  di ingatan saya dan memiliki pitutur yang luhur untuk kita agar mawas dan iling (ingat) Pada Rabb.  kini syair itu nyaris tidak pernah dilantunkan kembali, untuk mengingat kembali syair tersebut dan menyelami kedalaman akan keindahan, satir dan pituturnya maka saya sengaja menulis dalam blog ini dan mohon maaf karena keterbatasan ingatan saya apabila ada beberapa kata atau urutan yang mungkin salah, berikut  kurang lebih syairnya :
Allahumma sholli ala muhammad ya robbi sholli alaihi wasallim
Urip ing dunyo pancen akeh godaan ngelumpuk Nok dunyo lali marang pangeran.
Ora ngelakoni sholat senenge gak karuan
Ra ngerti Wedi bakal onok ancaman
Opo pancen ora ngerti opo ora kelingan
wes jelas ing Alquran Allah kang paring firman
Ayo seng ati ati Ojo nganti sembrono
Uripmu pisan Iki ayo  podo dijogo
Ojo nganti rugi ing akhirat e
Mulo ayo sak iki mempeng ibadahe
seng wes di printahno alllah lang lakonono.
Ya Allah ya Rabbi Mugi paringono dalan.
Syair diatas adalah syair yang sudah lama saya tidak mendengarnya, namun tulisan ini tidak hanya sekadar mengenai syair tadi, lebih dari itu adalah untuk pengingat untuk saya pribadi, syukur kalau bisa memiliki manfaat bagi pembaca blog ini nantinya. Saya sadar bahwa hidup adalah ladang untuk menuai di kehidupan nantinya, sudah semestinya bahwa apa yang kita tanam adalah segala kebaiakan. Saya bukan orang suci melainkan saya pendosa dan sebagai Kawulo saya sadar bahwa jalan yang terbaik adalah kembali.Saya masih ingat bagaimana Cak Nun pernah bertutur dalam hidupnya beliau selalu dan masih berpuasa.
Saya  Kawulo lemah tak beda dengan butir debu jalanan. Tapi setidaknya dalam hidup saya punya bekal jawaban ketika telah kembali. Saya belajar dari Kanjeng Sunan kali Jaga yang pernah bertutur "Ya Rabb tidurkan hamba sebagaimana engkau menidurkan Ashabul Kahfi".




Comments

Popular posts from this blog

Magis NoveL Sang Penyair Karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluti

Novel Sang Penyair karya Mustafa Lutfi el-Manfaluti,  Sebuah novel yang amat biasa ketika pertama kali aku menemukan di pojok rak Perpustakaan SMA dulu,  sampul sederhana hanya gambar orang eropa dengan judul sekadarnya saja" simple sekali, fikirku saat itu , dan belum tentu novel  ini bakal menyajikan balada yang membius pembacanya. Novel dengan tebal315 halaman  aku bawa pulang kerumah dan membacanya  per halaman  saking tebalnya novel itu7 hampir tuntas tiga minggu lebih, dan ada sesuatu yang menarik kutemukan. kau bisa membaca dan menyelami sambil menikmati secangkir kopi.    Kau tahu, inilah salah satu kelemahan jiwaku. Kelemahan yang aku nikmati dan aku kagumi satu-satunya. Dengan hidup seperti ini, aku memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan engkau tak akan mampu mengetahui kenikmatan jiwa yang aku peroleh. Kenikmatan yang aku lihat dengan perasaan bahagia, walupun orang mengumpat dan mengutuki aku. Semua hinaan, sumpah serapah yang ...

Tawa Terakhir Joko Pinurbo Oleh: Hengky Dj

Sabtu sore waktu surabaya, maghrib mengambang diatas gedung sekolah dasar Klampis Ngasem 1, berisiknya suara kendaraan, lalu lalang membuat jalanan harus lebih dipenuhi dengan kesabaran. Melepas lelah dengan secangkir teh panas dan lantunan   musik Bosonova adalah cara laki-laki seperti kami mengusir segala keletihan yang membombardir tubuh. Pesan singkat dari Andri Kurniawan seorang guru sejarah yang gila akan sastra, membawa pesan duka bahwa Joko Pinurbo telah pulang dan selesai dengan puisinya. Iya… Untuk selamanya!. Kabar sedih teruntuk sastra Indonesia. Joko Pinurbo, si penyair dengan kreativitas melampaui batas, telah menghembuskan napas terakhirnya setelah melawan penyakit yang tak kalah kerasnya dari kepalanya yang selalu dipenuhi kata-kata indah. Ketika berita wafatnya Joko Pinurbo mencuat, dunia sastra Indonesia seakan kehilangan bintangnya yang selalu mampu membuat kata-kata berdansa seperti orang kesetanan di atas kertas kosong. Para penggemar sastra yang biasanya ten...

Diskon Keadilan: 6,5 Tahun

Panggung keadilan negeri ini kembali menyuguhkan drama yang lebih mengguncang daripada sinetron prime time. Kali ini, Harvey Moeis, seorang pengusaha sekaligus suami dari artis ternama Sandra Dewi, sukses mendapatkan "promo akhir tahun" berupa hukuman hanya 6,5 tahun penjara atas dugaan korupsi dana sebesar 300 triliun rupiah . Sebuah angka yang cukup untuk menutupi defisit APBN, tapi malah menjadi tiket emas untuk "liburan berfasilitas eksklusif." Bayangkan, dana sebesar itu bisa membangun puluhan rumah sakit, ribuan sekolah, atau bahkan menggaji ribuan guru honorer hingga tuntas. Tapi sayangnya, rakyat kecil hanya bisa gigit jari, sementara sang pelaku menikmati hasil jerih payah "dana abadi" rakyat. Adakah yang lebih ironis dari ini? 1.        Keadilan ala Negeri Dongeng Seperti di negeri dongeng, keadilan di negara ini terasa seperti cerita fiksi. Untuk mereka yang punya nama besar dan hubungan erat, hukum menjadi elastis—mudah dilenturkan. Band...